Thursday, January 22, 2009

Siapa Yang Salah..?

Lambatnya Kedutaan Mesir di Indonesia memberikan visa entry kepada calon Mahasiswa Baru, berbuntut panjang pada keterlambatan mereka untuk mengikuti bangku kuliah hingga melewati masa Ujian Termin Pertama. Permasalahan Serisus Missandersatnding antara pihak Depag dan Kedutaan, bukan saja berpengaruh pada psikologis setiap calon Mahasiswa Baru, melainkan berpengaruh luas pada dinamika kehidupan Masisir, utamanya pada re-generasi kelompok organisasi secara lebih spesifik. Wacana peningkatan prestasi Masisir yang dicanagkan Lokakarya “kemarin Pagi” sudah tentu ikut ketiban batunya, wacana peningkatan prestasi masisir akan amburadul jika tidak segera diatasi jalan keluarnya. Sebagai reaksi, timbulah berbagai kecurigaan dan saling membenarkan, lalu siapa yang bersalah….?

Semenjak diumumkanya kelulusan tes Depag bulan …..tahun 2008 silam, sebagian Camaba optimis dalam waktu dekat akan segera diberangkatkan pihak Mediator, tak sedikit dari mereka malah telah mengadakan tasyakuran atau acara semacamnya, menyambut keberangkatan. Namun setelah hari-berganti hari, minggu, bulan bahkan tahun pun ikut berganti realita tak kunjung terjadi, munculah rasa gundah dan stres dalam benak mereka. Akibat tak tahan menunggu terlalu lama tak sedikit dari mereka yang malah mengasingkan diri hijrah ke luar kota jauh dari tempat tinggal kedua orang tuanya, “temanku malah mengasingkan diri ke tempat kostan temanya, malu katanya sama tetangga…”, ujar pria asal Jawa Timur yang tidak mau dikemukakan identitasnya. Belum lagi sesampainya di bangku Kuliah, mereka harus bersabar menunggu satu tahun karena tak ikut ujian semester pertama.

Lain dengan cerita kelompok organisai Masisir, keorganisasian Masisir yang menjamur selama ini, tentunya membutuhkan generasi penerus yang lebih dari sekdar satu atau dua orang saja. Adanya keterlamabatan pemberangkatan Camaba otomatis membuat kelompok organisasi yang kebetulan sudah dikejar masa deadline kebingungan bagaimana merekrut anggota baru, mereka tak ada pilihan selain menunggu kedatangan Maba atau memaksakannya.

Jika tahun kemarin tingkat kenajahan masisir mencapai 63% bisa dibayangkan darstis penurunan prestasi pada tahun ini, Lokakarya yang dicanangkan untuk improvisasi prestasi masisir bisa jadi tahun ini malah tak ada asarnya. Pak Abdullah saat dimintai keterangan mengatakan " Dibilang gagal juga engga karena Lokakarya sendiri diadakan termasuk untuk mencari solusi dari masalah baru yang dihadapi, bahkan ada rencana pembangunan asrama untuk mahasiswa Indonesia yang direncanakan dekat dengan kampus perkuliahan, tinggal menunggu respon dari Pak Dubes, InsyaAllah tahun ini satu asrama optimis bisa dibangun" ujar Pak Abdullah panjang lebar. Presiden PPMI menambahi dalam menaggapi hal ini "ini merupakan benar-benar permasalahan lama yang kurang sigap dalam pemecahanya" ungkapnya saat di wawancarai.

Adanya isu krisis kepercayaan yang beredar selama ini antara Depag-Kedutaan, dan siapa yang bersalah di tepis oleh Pak Abdullah "tentunya itu harus disertai dengan saksi dan bukti, saya kira awalnya adanya ketidak jelasan mekanisme saja, karena tidak ada sistem kemudian ada semacam satu mekanisme yang terbentur sehingga masing-masing merasa berhak dan merasa benar"

Sejauh ini bentuk kerjasama antara pihak KBRI, kedutaan Mesir dan Depag jelas ada karena hal tersebut termasuk progres Atdikbud, mudah-mudahan Atdikbud baru Pak Dr. Sangidu, M. Hum akan lebih cepat lajunya proses penangulangan masalah ini, dan sekarang sedang disusun MoU untuk mengatur kedatangan Camaba. "MoU sudah mulai penterjemaahan berkas tinggal peroses selanjutnya antara Jakarta Kairo" terang Pak Abdullah. MoU tersebut mengatur apa hak dan kewajiban Depag, apa hak dan kewajiban kedutan dan Al-azhar jadi semua punya rul dalam peroses rekrutmen camaba. Rencananya Depag yang menyelesaikan Administratifnya kemudian Alazhar mendatangkan Guru yang menyeleksi Maba. "mudah-mudahan ini jadi cerita terakhir" terang Pak Mukhlason. Semoga..!
Read more...

Friday, January 2, 2009

Agresi Gaza Menambah Luka



Semenjak Israel memerdekakan diri pada tahun 1948 silam, orang-orang Yahudi di setiap pelosok dunia yang bernaung di bawah kepemimpinan zionis berbondong-bondong berimigrasi ke tanah Palestina, mereka semakin berani terbuka menyatakan pergerakanya. Berbagai kerusakan yang di timbulkan Israel dan pembantaian rakyat tak berdosa seolah menjadi draft tahunan di tanah Palestina, termasuk agresi brutal ke jalur Gaza yang berlangsung selama 22 hari kemarin. Untuk memahami segala bentuk tekanan Israel terhadap rakyat palestina, penting artinya meninjau kembali wilayah ini dari kaca mata Zionis. Kepercayaan Yahudi yang telah dipolitisir secara radikal, sehingga mereka menilai bahwa masa yang dimulai dengan Zionisme akan berlanjut hingga datangnya al-Masih.

Menurut hemat penulis, setidaknya ada tiga alasan yang mendasari Israel dalam melancarkan berbagai agresi ke tanah Palestina, termasuk yang paling spesifik agresi Israel ke jalur Gaza yang diakhiri dengan kesepakatan dalam perjanjian gencatan senjata antara pejuang Hamas-Israel selama kurun waktu satu tahun kedepan.



Tujuan Pertama; Menjalankan Misi Teologis.

Tujuan yang dimaksud adalah sebagaimana yang tercantum dalam Talmud kitab suci meraka. Untuk mencapai tujuan ini menurut Harun Yahya dalam tulisanya tentang sejarah Yahudi, menulis, bahwa orang Yahudi radikal percaya bahwa tiga kejadian penting harus terjadi. Pertama, sebuah negara Israel merdeka harus didirikan di Tanah Suci dan penduduk Yahudinya harus meningkat. Pindahnya orang Yahudi ke Tanah Suci secara terencana telah diwujudkan oleh para pemimpin Zionis semenjak awal abad kedua puluh. Di samping itu, Israel menjadi sebuah bangsa dengan negara merdeka di tahun 1948. Kedua, Yerusalem dicaplok pada tahun 1967 dalam Perang Enam Hari, dan pada 1980, diumumkan sebagai “ibu kota abadi” Israel. Yang ketiga, dan satu-satunya syarat yang masih harus dipenuhi, adalah pembangunan kembali Kuil Sulaiman, yang dimusnahkan 19 abad yang lalu. Yang masih tersisa darinya adalah Tembok Ratapan.

Ke Dua; Obsesi Partai–partai Israel untuk meraih kantong suara warga Yahudi

Selama ini Israel memiliki dua parti besar, yaitu; Likud dan Kadima, disamping partai-parti lain yang kurang begitu berpengaruh. Suara mentah kedua partai tersebut sangat mendominasi sebagian besar pengaruh kebijakan-kebijakan negara Yahudi khususnya pendudukan negara Palestina serta jalur dipolmasi terhadap negara-negara Arab termasuk lobi-lobi bagi para sekutunya. Partai Likud, merupakan partai politik pimpinan Benjamin Netanyahu yang menganut garis keras dalam politik yang mereka anut. Netanyahu condong pada kebijakan libas sana-libas-sini, artinya gagal atau berhasil perkara belakang. Sedangkan Partai Kadima merupakan partai politik warisan Ariel Sharon, yang mengusung Tzipi Livni yang menjabat mentri luar negri Israel sebagai calon PM mereka. Walaupun memiliki tujuan yang hampir sama, keduanya memiliki kesamaan politik dalam mempertahankan eksistensi Israel Raya di tanah jajahan Palestina, namun Kadima dinilai lebih halus ketimbang rivalnya itu, keduanya seolah saling berebut pengaruh-melalui kampanye "siapa paling keras hadapi Palestina".

Jauh hari sebelumnya, Nono Anwar Makarim dalam tulisan opininya, Selasa, 06 Januari di Tempointeraktif, memperkirakan, bahwa koalisi yang bisa digalang Partai Kadima warisan Ariel Sharon akan menang tipis dari pesaingnya-partai Likud, hal tersebut karena Netanyahu rajin mengecam pemimpin Kadima sebagi bagian yang berpolitik lembek, lemah, mengorbankan Yahudi untuk berkompromi dengan kebohongan Arab. Oipini diatas tidak meleset, persis sebagaimana yang diumumkan selasa malam, dilaporkan statsiun televisi israel dan dikutip press TV, Rabu 11/12/2009 bahwa calon partai kadima Israel Tzipi Livni unggul dalam perolehan kursi parlemen dengan selisih dua kursi dari pesaing terkuatnya Benjamin Netanyahu dari partai Likud, hasil yang diumumkan waktu setempat menunjukan kadima memperoleh 30 kursi dan likud 28 kursi.

Ke Tiga, Upaya melenyapkan Hamas dengan wacana kebohongan mempertahankan diri.

Gilad Atzmon (lahir 1963) Seorang mantan Zionis dan angkatan udara Israel, Tentang roket Al-Qassam, menulis: ''Bagi saya, tembakan-tembakan Al-Qassam yang secara sporadis mendarat di Sderot dan Ashkelon tidak lebih dari sebuah pesan rakyat Palestina yang terkurung. Pertama, ia adalah sebuah pesan kepada tanah yang dicuri, lapangan-lapangan rumah, dan kebun buah-buahan: 'Bumi kami yang tercinta, kami tak pernah lupa, kami masih berada di sini berjuang untukmu, cepat lebih baik tinimbang terlambat, kami akan kembali, kami akan mulai lagi di mana kami pernah menghentikannya.

Pernyataan mantan Zionis ini cukup mewaikili mengapa para pejuang Palestina seolah tak pernah berhenti melontarkan perotes mereka sebagi peta perjuangan rakyat palestina untuk meraih kembali hak tanah merka yang telah lama dijajah bangsa Yahudi ini. Sudah lebih dari setengah abad Israel melakukan agresi serta membunuh rakyat Palestina secara membabi buta. Puluhan komandan pasukan gerilya Palestina syahid, perjuangan tak pernah berhenti bahkan ratusan sukarelawan berebut menawarkan diri untuk dilatih mengisi lowongan yang ditinggalkan mereka yang telah syahid. Sepuluh dibunuh, seratus yang maju.

Gilad kembali melanjutkan Tulisanya ''Jika Anda bertanya-tanya mengapa orang Israel tidak mengetahui sejarah mereka, jawabannya sangat sederhana, mereka tidak pernah diberitahu. Situasi yang mendorong konflik Israel-Palestina tersimpan rapi dalam kultur mereka. Jejak-jejak peradaban Palestina pra-1948 di tanah itu telah dimusnahkan. Tidak saja tentang Nakba, pembersihan etnis penduduk Palestina asli, yang tidak menjadi bagian dari kurikulum Israel, bahkan tidak disebut atau didiskusikan di forum resmi atau akademik mana pun.''

Kegagalan dan Keberhasilan

Peperangan yang berlangsung selama 22 hari sejak 27 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009 malam antara Palestina-Israel, menorehkan luka yang sangat mendalam bagi Umat Muslimin khususnya warga Palestina yang berada di sekitar jalur Gaza, menurut data yang dilansir dari Indonesia News and OpinionIndonesia News.com, data terakhir menunjukan 1300 orang palestina tewas, jumlah tersebut terdiri dari 400-650 pejuang Hamas, 167 polisi Hamas dan 700 warga sipil, ditambah +5300 orang terluka. Tentu saja derita umat muslim di Palestina tidaklah sebanding dengan apa yang dialami pihak Israel. Menurut data yang sama kerugian yang dialami pihak Israel menunjukan, +13 orang tewas terdiri dari 10 tentara & 3 warga sipil, ditambah 317 orang terluka, terdiri dari 233 tentara & 84 warga sipil.

Walaupun Ehud Olmert mengumumkan bahwa Israel telah berhasil meraih tujuan peperangan, namun mereka gagal membasmi pejuang-pejuang Hamas, mereka juga gagal meduduki jalur Gaza. Selain itu kerugian materil sudah pasti banyak menyita ekonomi mereka, Israel pun kini mendapatkan citra yang sangat buruk di mata dunia, demonstarasi hampir terjadi di setiap negara mengutuk serangan mereka, gerakan boykot banyak disuarakan, media masapun serta berbagai tulisan yang dengan mudah diakses di berbagai situs internet tak pernah berhenti mengamati kebiadaban tentara-tenara zionis di bumi Palaestina, mereka seolah menyadarkan kembali bahwa Yahudi menjadi ancaman serius bagi perdamaian dunia.

Seberapa besarpun kegagalan yang mereka alami sama sekali tidak akan menyurutkan dendam kesumat serta tujuan mereka; mendirikan Israel Raya di Timur Tengah yang mereka anggap sebagai Tanah Suci mereka sebagaimana ditulis diatas. Selain kegagalan, Israel dianggap berhasil dalam beberapa pion penting dalam aksi brutalnya ke jalur Gaza.

Pertama, Agresi Israel semakin meruncingkan kubangan perselisiha antara dua kubu palestina; Hamas dan Fatah. Pergerakan Hamas lebih condong mengedepankan senjata, hal tersebut diambil berdasarkan fakta bahwa Israel seringkali melanggar perjanjian perdamaian. sedangkan Fatah sebaliknya, ia lebih memilih jalur diplomasi, walaupun realitanya Israel selalu melanggar janji. Terbukti sebagaimana laporan dari Mursyid 'Aam Ikhawanul Muslimin, Mohammad Mahdi Akif mengatakan, dalam kurun waktu dua tahun semenjak tahun 2007 saja, Israel telah 195 kali melanggar kesepakatan dengan Hamas, ungkapnya. Kedua, Agresi tersebut telah menimbulkan sedikitnya perpecahan antara negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab, bahkan tak sedikit diatara mereka malah saling menuduh dan menyalahkan. Ketiga, walaupun PBB berhasil membujuk Israel dan Palestina untuk melaksanakan Gencatan senjata, sebaliknya Amerika dan Israel membujuk PBB untuk menurunkan pasukan keamanan-nya menjaga masuknya persenjataan ke Jalur Gaza, kejadian ini secara otomatis akan menyulitkan para pejuang Hamas untuk memperoleh bantuan senjata. Sebaliknya dengan Israel, mereka tetap leluasa mendapatkan bantuan senjata dari sekutunya Amerika selama kesepakatan gencatan senjata berlangsung. Walahua'lam
Read more...