Thursday, February 26, 2009

Pengobatan Psikotrapi Ala Ibnu Sina [Image]



Ibnu Sina merupakan seorang ahli kedoteran dan psikologis Islam yang sangat terkenal, bukan hanya di dunia Islam namun juga sentero dunia. Rumus-rumus serta penemuan-penemuan hasil observasinya dalam bidang kedokteran menjadi Masterpiece ilmu kedokteran zaman bahela hingga diakui para ahli kedokteran abad modern. Beliau hidup pada Abad dinasti Abasiah yang merupakan masa keemasan Islam dalam sepanjang sejarah peradaban dunia.

Beliau merupakan seorang dokter ahli, bukan saja mengobati penyakit yang diderita si pasien, melainkan juga belaiu berhasil mengobati mental pasen melalui pendekatan psikologis, hingga si pasen memiliki gairah serta kemauan untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Berbagai tulisan serta buku-buku besar telah mencatat keberahsilanya sebagai seorang interpreneur kedoteran, bukan hanya tersebar di perpus-perpus melainkan berbagai universitas di timur, barat bahkan penjuru dunia.

Dalam buku Ruhuul Islam, karangan Muhammad Al-athiyah Abrasyi, diceritakan ketika Ibnu Sina menjadi seorang Thabib di suatu daerah kampung halamanya, beliau hadapkan dengan seorang pasien yang menderita Malikhulia; yaitu sejenis penyakit langka yang timbul akibat tekanan batin yang diderita sang pasen, hingga pada saat kondisi kritisnya, sang pasen dihinggapi keyakinan bahwa dirinya telah menjadi seekor sapi, berikut tingkah laku, hingga tempat tinggal, memakan makanan dan minuman sapi serta selalu ingin dipisahkan dari manusia dan disatukan dengan sapi.

Keluarga Sang pasen merasa kseulitan mencarikan dokter ahli yang dapat menyembuhkan penyakitnya, terang saja setiap dokter yang didatanginya merasa keberatan mengobati penyakit langka ini. Setelah selang beberapa waktu, keluarganya mencoba mendatangkan si pasen kepada Ibnu Sina, dengan harapan dapat memulihkanya dari penyakit Malikhulia, penyakit aneh yang lama dideritanya.
Setelah sang pasen saling berhadap-hadapan, Ibnu Sina memulai percakapan dengan pasienya bertanya ihwal dirinya;
Bagimana kabarmu? Dan apa yang sedang dideritamu.? Tanya Ibnu sina
Aku baik-baik saja, hanya saja aku telah menjadi sapi, makan makanan sapi dan berprilaku seperti sapi. Jawab sang pasen
Kalau begitu aku akn menyembelihmu..?
Lakukanlah apa yang kamu kehendaki..! tantang si pasen

Lalu Ibnu Sina mengikat lehernya dengan tali, layaknya binatang yang akan dipenggal lalu dipersiapkan pisau yang tajam sambil diperlihatkan kepadanya bersiap untuk memenggalnya, tanpa ada sedikitpun reaksi sipasen seolah tak bergeming dan pasrah untuk disembelih. Dengan pisau tajam di taganya, Ibnu Sina berbicara kepada si pasen, "yahh...sapinya terlalu kurus, bagaimana saya mau menyembelihnya? sedangkan sapi ini tidak layak untuk disembelih...!"
Tidak...sembelihlah, sapi ini layak untuk disembelih....!, tolak si pasen
Tidak, saya tidak akan menyembelihmu kecuali setelah sapinya gemuk dengan daging dan lemak...!, tegas Ibnu Sina
Lalu apa yang harus saya lakukan agar aku gemuk...?
Agar gemuk,..?! tentunya kamu harus makan makanan yang baik layaknya manusia dan minum layaknya manusia minum..! terang Ibnu Sina.
Benarkah..jika aku gemuk nanti kamu akan menyembelihku..?, tanya si pasen
Ya tentu..!, kemuadian Ibnu Sina menyuruh sipasen untuk berjanji agra melakukan apa-apa yang telah disepakatinya.
Beberapa lama kemudian, sipasen mulai makan dan minum layaknya manusia, kesehatan fisiknya berangsur-angsur pulih begitu pula kejiwaanya, hingga akal dan pikiranya kembali kepada semula. Lalu si pasen kemabali ke rumah tempat tinggalnya.

Setelah sekian lama Ibnu Sina, mencoba bertamu ke tempat tinggal si pasen, beliau melihat pasenya telah pulih baik fisik maupun akalnya, tak lama kemudian Ibnu Sina bertanya; "Apakah sapi ini telah gemuk dengan lemak dan daging...?', tanya Ibnu Sina kepada pasenya. "ya tapi kini sapinya telah berakal" jawab si pasen sambil tersenyum.

Menurut beberapa cerita yang diperoleh Ibnu sina dari pemerintah yang mengurusinya serta beberapa dokter yang pernah merawatnya. konon, penyakit si pasen disebabkan tekanan batin karena cinta yang dipendamnya. Hanya saja si pasen tidak berani mengungkapkan siapa gadis yang dicintainya. Setelah mengatahui penyebab pesakitanya, Ibnu Sina meyakini bahwa jalan satu-satunya untuk mengobati batinya yaitu dengan mengetahui kekasih yang didamba-dambakanya serta menghilangkan perasaan dan emosi bathin yang mengikat perasaan hatinya.

Kemudian Ibnu Sina bertekad berusaha agar dapat mengetahui isi hatinya, lalu Ibnu Sina mnyuruhnya (si pasen), meyebutkan kota-kota yang ada di tempat tinggalnya, setelah berhasil dijawab, kemudian beliau bertanya lagi," Apakah kamu tahu nama-nama jalan dan penduduknya ? " ya ..., jawabnya. Lalu dia menyebutkanya satu-persatu tanpa ada yang telewat satupun.

Ketika si pasen menjawab, Ibnu Sina memegang tangan pasen untuk mengetahui denyut nadinya, dan benar saja ketika si pasen menyebutkan salah satu jalan, denyutnya berdetak kencang. Kemudian si pasen menyebutkan rumah-rumah penduduk yang bertempat tinggal di jalan tersebut, Ibnu Sina memeperhatikan denyut nadinya bedetak lebih kencang apalagi ketika dia menyebutkan salah satu rumah yang terdapat di bilangan kecil jalan tersebut, kemudian Ibnu Sina bertanya mengenai gadis-gadis yang bertempat tinggal di rumah tersebut, ketika menyebutkan salah satu gadis yang didambakanya, denyutnya kembali berdetak, perasaanya berdesir dan sedikit berkeringat. Kemudian Ibnu Sina berpaling ke arah sipasen sambil berkata, "bukanya gadis itu kekasihmu?", " iya" jawabnya singkat.

Setelah diketahui ternyata gadis tersebut adalah anak pamanya sendiri dan sipasen sangat-sangat mencintainya, sayangnya dia tidak berani mengemukakan keinginan dan perasaannya kerana takut oleh keluarganya, kamudian setelah semua clear serta diketahui penyebabnya, keluarganya berusaha menikahkan keduanya dan pada akhirnya si pasen sembuh sepeti sediakala tanpa sedikitpun tekanan bathin yang menggangu kehidupanya.

Berikut adalah petikan salah satu trapi pengobatan Ibnu Sina terhadap pasiennya, tentunya masih banyak lagi terapi serta methode-methode pengobatan lainya yang dilakukan serta ditemukan Ibnu Sina yang diakui ataupun tidak methode serta cara-cara trapi pengobatanya telah banyak ditiru, diakui akademisi bahkan menjadi kiblat methode pengobatan serta ilmu kedokteran modern.
Read more...

Tuesday, February 17, 2009

Hasrat Untuk Berubah

Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal,
aku bermimpi ingin mengubah dunia
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku
Kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah
Maka cita-cita itu pun agak kupersempit
Lalu kuputuskan hanya mengubah negeriku
Namun tampaknya, hasrat itu pun tiada hasilnya
Ketika usiaku telah semakin senja,
dengan semangatku yang masih tersisa
kuputuskan untuk mengubah keluargaku,orang-orang yang paling dekat denganku
Tetapi celakanya, mereka pun tak mau diubah
Dan kini
Sementara aku berbaring saat ajal menjelang
Tiba-tiba kusadari:
Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku,
maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan
mungkin akan bisa mengubah keluargaku
lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,
bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku
kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa mengubah dunia
(Puisi ini tertulis di sebuah makam di Westminster, Inggris)

Rangkaian puisi diatas sangat begitu menyentuh, seolah-olah dia mengingatkan kita, mengingatkan setiap remaja seusia dengan kita atau malah setiap orang yang pernah memiliki cita-cita dan pernah tertanam dalam jiwanya semangat muda untuk memperbaharui dunia.
Cita-cita..ya dialah cita-cita, yang selalu menemani otak kiri kita, mempengaruhi kita, mengajak, bahkan mendorong kita untuk selalu bergerak serta banyak berkarya.

Benar manusia diciptakan dengan serba kekurangan, yaitu kekurangan yang menjadikanya serba kesulitan dan selalu berkecil hati, namun untungnya manusia masih diberi akal dan hati, sehingga dengan keduanya manusia banyak diberi petunjuk dan arahan, dengannya manusia mampu berpikir, menimbang lalu meperhitungkan.

Sikap manusia yang cerdas adalah mereka yang selalu bersyukur atas keberadaan hati dan akal pada diri dan jiwanya, sehingga ia selalu mengoptimalkan keduanya dengan sebaik-baiknya, bahkan, itupun belumlah cukup karena manusia harus mampu menyeimbangkan antara presepsi keinginan hati atas pertimbangan akal.

Cita-cita untuk berubah dan merubah disekitarnya adalah hal yang sangat manusiawi, karena keinginan itu muncul karena adanya presepsi hati dan pertimbangan akal. Dengan akal, manusia mampu berpikir kritis, membaca ihwal serta mengamati setiap kejadian dan peristiwa. Dia akan bergerak kencang saat dia menemukan suatu peristiwa yang berbeda dari kebiasanya, atau sesuatu yang jauh dari alam sadarnya sehingga memberikan informasi yang berbeda, maka tertanamlah dalam dirinya keingin tahuan, sementara isi hati mendorongnya untuk selalu bertanya, mempelajari dan banyak membaca.

Disinilah letaknya pintu perubahan itu, yaitu saat dia memerdekakan dirinya dari kekerdilan dan kebodohan, tentunya dengan memperbanyak wawasan dan pengalaman, mau memulai serta merubah setiap kebiasaan-kebiasaan semasa bodohnya.

Yaitu saat seorang bayi baru berlatih merangkak saat melihat kedua orang tuanya yang mampu berjalan. Yaitu saat seorang murid bertanya kepada gurunya saat dia tidak mampu memahami pelajaran yang guru sampaikan. Saat kita bertanya siapa Tuhan kita? lalu Nabi diutus dan Alam sepakat untu menjadi ayat-ayatnya, lalu kita bertanya kepada Tuhan mengapa langit mendung lalu turunkan hujan?, serta setiap peristiwa yang mempengaruhi akal dan hati manusia untuk bergerak mengolah saraf serta data-datanya.

Bayangkan jika seorang bayi hidup disatukan dengan komunitas bayi yang lain, tanpa ada satupun yang mengajarinya berjalan, bicara atau merangkak sekalipun. Bayangkan jika seorang guru acuh terhadap pertanyaan muridnya, lalu bayangkan jika Tuhan enggan mengajari makhluknya-siapa Tuhan manusia yang sebenarnya..! Namun, untunglah peristiwa itu tak pernah ada dalam catatan sejarah, jikapun ada, mereka hanya sekelompok kecil manusia yang tertutup akal dan hatinya atau mereka yang belum tau arti pentingnya perubahan. Yaitu, perubahan yang kita mulai dari diri kita sendiri, merangkak mulai dari lingkungan terkecil berjalan ke arah yang lebih luas hingga tercipta sebuah Universitas Stereotipe yang baru. Mungkin saja kesadaran bisa datang dari mana saja, tetapi melaksanakan apa yang telah disadari hanya datang dari diri sendiri.

Marilah kita sama-sama bergerak dan berkarya agar menjadi pembaharu dan bukan hanya menanti perubahan. Menjadi juru kunci sejarah dan bukan sekedar pembaca sejarah. Pepatah mengatakan "tak mengapa seseorang tidak mengerjakan sesuatu, asal segera ia berhenti bermimpi, bercita-cita tentang sesuatu" walahua'lam
Read more...