Monday, September 28, 2009

Menikmati Lebaran di Negri Perantauan



Banyak cerita dan pengalaman yang kita dapatkan saat menjalani hari-hari di bulan Ramdhan, terutama saat-saat kita menikmat hari raya bukan di negri sendiri. Ketupat, lontong, macam-macam kue lebaran plus rujak cuka pake bumbu pecel dan seabrek menu hidangan yang biasa mama siapkan di hari raya tak banyak menghiasi meja-meja makan kita (itupun kalo kebetulan ada meja makannya) ??!!.

Sanak family, mulai dari ayah, ibu, adek sampai anak tetangga kini tak hadir di pelupuk mata. Kenangan manis berlebaran bersama mereka saat-saat di tanah air dahulu, acapkali hadir dan tak ayal membuat kita ingin cepet-cepet angkat koper (pulang maksudnya). Kini saat-saat masa berlebaran di perantauan, kehadiran mereka hanya ada di ujung telepon, layar HP atau bersahaja “ngutak-ngatik” status FB, yang dulu statusnya sedikit narsis, kini berstatus lebaran. “Minta maaf fuuull..!!”


Bagi kita yang “terpaksa” harus menikmati hari raya bukan di negri sendiri, tentu bukan alasan bagi kita untuk berkecil hati atau malah sedih secara berlebihan karena tak ada keluarga yang bisa kita salami. “sedih banget ga ada keluarga, cuma Alhamdulillah terobati dengan banyak diadakannya acara-acara semacam open house serta kumpul-kumpul bareng teman-teman” tutur Nida, kepada Manggala. “biasa aja, soalnya sewaktu di Indo memang saya sering lebaran di di Pondok” ungkap Falih, mantan ketua Fosmagati.

Berbeda dengan Nida dan Falih, Iwan mahasisiwa asal Pelembang malah sebaliknya, “Bahagia sekali, soalnya kalo di Mesir rindu ke kampung halaman-nya lebih terasa, justru ketika nelepon, kita malah lebih akrab. Kalo di Indo kita kan sudah sangat sering bertemu jadi tidak terlalu berkesan” ungkapnya panjang lebar.

Perebdaan kultur dan budaya antara kondisi masyarakat kita (Indonesia; red.) dengan masyarakat Arab dalam menyambut hari rayapun umumnya jauh berbeda. “Lebaran disini sepi, kayak kurang khidmat”, celoteh Asep salah satu warga asal Sukabumi, kepada Manggala.

Ungkapan “sepi, engga rame dll.” pada umumnya pernah terucap atau terdetik dari lubuk hati setiap Masisir, menggambarkan kesan pertama saat lebaran di negri ini. Bagaimana tidak, layaknya di tanah air, suara takbiran dari tiap speker mesjid dan Mushola, nyaris saja tak terdengar. Kentongan bedug, bahkan takbir kelilingpun tak pernah kita temui. “Ga rame, tapi engga apa-apa yang penting bisa mengisi lebaran ini dengan totalitas dalam mengisi aktivitas Ramadhan” tambah Asep diplomatis.

Setiap kebudayaan tentu memiliki nilai positiv-negatif serta corak pandang yang memang berbeda-beda, termasuk salah satunya budaya Arab yang umumnya lebih mementingkan nilai substansi daripada simbol. Sebagai contoh, berbagai aktivitas orang Arab dalam menyambut bulan suci Ramdhan dengan totalitas ibadah serta tradisi selebrasi mereka ketika merayakan hari raya Idul Fitri yang tak terlalu berlebihan. Nah, Perbedaan inilah yang seyogyanya dapat kita pelajari.

“walaupun tak terdengar suara tadarusan Al-Qur’an dari tiap speker Mesjid, tapi mereka senantiasa mendawamkanya dalam setiap kesempatan, di bis di jalanan bahkan ketika ngantri sekalipun, pemandangan ini tentu sangat jarang kita temui di Indonesia” tutur Falih berujar. Senada dengan Falih, Andi yang bertempat tinggal di bilangan Qatamiyah ikut menuturkan kesanya “saya kagum dengan totalitas orang Mesir dalam mengagungkan bulan Ramadhan, mereka bener-bener intens. Dari kepedulian (musa’adah) para agniya-nya terhadap para pelajar asing serta aktivitas-aktivitas ibadah lainya” ungkapnya dengan nada serius.

Sementara itu, keberadaan Masisir yang cukup banyak, serta eksistensi mereka dalam berbagai komunitas dan keorganisasian, dari KBRI, PPMI, kekeluargaan, bahkan almamater, seolah-olah berlomba-lomba mengadakan agenda kegiatan yang bermacam-macam mewarnai aktivitas, mulai dari awal bulan puasa hingga hari raya tiba.

KBRI dengan Mesjid SIC-nya, tak pernah absen dengan rutinitas tahunanya mengadakan undangan Tarawih “plus-plusn”nya di daerah Dokki. Bagi Masisir yang ingin Tarawih ber-imamkan orang Indo Asli, serta dapet paket makanan gratisan plus transportasi antar jemput, siap-siap saja ngantri di depan kekeluargaan atau didepan gerbang Mission City secara bergiliran.

KBRI bekerjasama dengan PPMI dan Kekeluargaan yang hampir tak pernah absen menggelar sholat Ied bersama di mesjid Assalam. Konon, katanya di mesjid ini bacaan Sholat Tarawihnya terpanjang sealam jagad !???. “ seneng bisa sholat bersama di Assalam kumpul bareng temen-temen, jadi penawar rindu buat keluarga” tutur Dudi. “ Seneng sih, cuma dari dulu acaranya itu-itu terus, bagi yang sudah bertahun-tahun di Mesir kadang bosen, kalau bisa ada terobosan baru, semacam panggung kecil diisi dengan nasyid atau lainya, atau juga bazar makanan tiap daerah, agar engga membosankan” ungkap Iwan.

Begitu pula acara di kekeluargaan, KPMJB salah satunya. Berbagai kegiatan telah usai digelar. Dari acara unggulan; Tarhib, Tahsin, Takrim Mutafawwiqin & peringatan malam Nuzulul Qur’an, buka puasa bersama para sesepuh hingga open house dan halal bihalal seolah telah menjadi suatu tradisi yang tak boleh terlewatkan.

“Alhamdulillah semua kegiatan yang telah direncanakan berjalan lancar, walaupun masih banyak kekurangan” ucap Firadus, koordinator sosial KPMJB. “hanya saja tahun ini antusias warga kurang begitu besar seperti tahun-tahun sebelumnya, mungkin publikasi sudah, tapi sosialisasinya masih kurang” tambahnya lagi menyayangkan. “selain karena kesibukan masing-masing, kita memang terlamabat, mulai pengangkatan sampai pelantikan DP. Jadi masih kurang sigap” tutur Kang Imam, menaggapi evaluasi kerja DP selama bulan ramadhan.

Anyway, Ramdhan sudah beranjak meninggalkan kita, sedih karena ditinggal lalu berharap agar dipertemukan kembali adalah anjuran, tetapi menyesali masa lalu bukanlah satu pilihan. Saat ini, saat syawwal mulai menjelang mari kita tunjukan bahwa pengaruh Ramdhan masih ada dalam diri dan jiwa kita. Terus memperbaiki, dan mengembangkan diri, tentu tak hanya saat Ramdhan bukan..??!!. Semoga..!!
Read more...

Saturday, September 26, 2009

Malam Peduli Gempa Bumi Jawa Barat




Cairo – Acara malam peduli Gempa Bumi Jawa Barat yang digelar di Pasangrahan Jawa Barat, Sabtu (03/10) 17:00 CLT. dihadiri banyak partisipan. Acara malam kepedulaian dengan tema “eratkan tangan, ringankan beban, jalin persaudaraan” ini, diselenggarakan atas kerjasama Tim Solidaritas bersama DP KPMJB, DPP-PPMI, BWAKM dan WIHDAH.

Acara ini diselenggarakan sebagai wujud kepedulian atas musibah gempa bumi berkekuatan 7,3 scala richter yang berpusat di Tasikmalaya serta melanda daerah-daerah lainnya di Jawa Barat, Sabtu (2/09) silam.

Turut hadir dalam acara ini, Pensosbud KBRI Pak Irwan Wijaya, mewakili Duta Besar yang pada saat itu berhalangan hadir. Selanjutnya Ketua PPMI Muhammad Taufiq, gubernur KPMJB Imam Suryansyah, ketua BWAKM ........,ketua Wihdan Hani Fauziah, serta beberapa mahasisiwa dari kekeluargaan KMM Sumatra Barat yang beberapa hari yang lalu, Selasa (30/09) tertimpa musibah gempa bumi yang berkekuatan 7, 6 SK.


Acara yang dipandu oleh Dimas Yodhistira ini berjalan dengan lancar. Para hadirin sangat antusias mengikuti jalanya acara hingga berakhirnya acara tersebut. Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci al-Qur’an oleh........selanjutnya sambutan–sambutan. Sambutan pertama dari ketua Panitia, ketua PPMI, Gubernur KPMJB, perwakilan KBRI, serta perwakilan dari kekeluargaan KMM.

Setelah melaksanakan Shalat Maghrib dan shalat ghaib, acara dilanjutkan dengan pemutaran video dokumenter gempa Jawa Barat serta beberapa musibah gempa dan tsunami yang telah melanda tanah air. Acara dilanjutkan dengan penyaluran dana kepada beberapa mahasisiwa yang telah berhak menerima dana bantuan yang diserahkan langsung oleh perwakilan KBRI dan PPMI secara simbolis.

Seusai penyaluran dana, acara dilanjutkan dengan penggalangan dana untuk musibah gempa bumi yang melanda Sumatra Barat dan sekitarnya baru-baru ini. kemudian acara disisi dengan tausyiah oleh ust Cecep Taufiqurrahman dan yang terakhir doa bersama yang dipimpin oleh ust Rahmat Soji seblum berakhirnya acara.

Dalam sambutanya, Bahrul Ulum sebagai ketua Tim solidaritas mengungkapkan bahwa acara ini diselenggarakan sebagai wujud solidaritas atas saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. “barang siapa yang melapangkan orang yang tertimpa kesulitan maka Allah akan melapangkan urusannya di dunia dan diakhirat.” Tutur Ulum dalam sambutanya.

Hal senada sebagaimana diungkapkan oleh ketua PPMI dalam salambutanya, “ walaupun kepedulian kita tidak berbentuk materi yang sangat besar, akan tetapai yang terpenting adalah keikhalasan serta bentuk solidaritas kita” ujarnya.

Dalam kesempatan ini pula, pak Irwan Wijaya yang mewakili Dubes saat itu, mengingatkan kita, bahwa musibah dapat datang dari mana dan kapan saja dapat terjadi seketika. “Jangan sampai lupa, bahwa bencana juga dapat datang dari diri sendiri, kita harus selalu waspada dan sebisa mungkin untuk menghindari,” ungkapnya mengingatkan.

Berbeda halnya dengan pesan ust Cecep Taufiqurrahman dalam tausyiahnya mengungkapkan, bahwa bentuk solidaritas tidak selamanya harus berbentuk ikut turun ke lapangan membantu para korban, “ sebagai mahasisiwa, dengan belajar sungguh-sungguh untuk memepercepat kelulusan dan besegera mengamalkanya di tanah air sudah lebih dari sekedar bentuk solidaritas, bahkan hal tersebut sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai para pencari ilmu.” Tuturnya panjang lebar.

Menurut keteraangan berita acara Tim solidaritas dibentuk pada tangggal 8 september 2009. Tim ini bekerjasama dengan KPMJB, DPP-PPMI, BWAKM dan WIHDAH. Selanjutnya Tim mengadakan rapat peradana yang diadakan pada tanggal 10 September sekaligus mengadakan penggalangan dana pertama di KBRI Garen City dalam acara Nuzulul Qur’an.

Selanjutnya rapat peradana Tim diadakan pada tanggal 10 September sekaligus mengadakan penggalangan dana pertama di KBRI Garen City dalam acara Nuzulul Qur’an.Selanjutnya Penggalangan Dana berikutnya di bagai ke dalam 3 Posko: 1. Pasangrahan. 2. PPMI. Dan 3. BWAKM.

Dana yang berhasil dikumpulkan dari ke-tiga Posko tersebut terkumpul senilai: 6695.75 Le dikurangi biaya oprasional senilai 200 Le.

Dalam sistematis penyaluran dana tersebut, Tim ini melakukan pendataan anggota yang terkena musibah melalui 2 langkah: 1. Pendataan perwakilan daerah masisng-masing yang ada di KPMJB, 2. Pendataan melalui Internet (Milis dan off line), 3. Menanyakan secara langsung kepada anggota.

Berikut ini nama-nama anggota KPMJB yang terkena musibah Gempa dan berhak menerima dana bantuan; 1. Jajang Hermawan. 2. Asep Rifqi. 3. Ihsan Fahmi 4. Cucu Hentiyani dan 5. Nanang Zamachsyari.

Selanjutnya teksnis penyaluran dana bantuan, dibagi kedalam dua bagian:
1. Penyaluran dana bantuan ini diberikan kepada warga KPMJB yang kelaurganya di tanah air menjadi korban gempa bumi di Tasikmalaya & sekitarnnya,
2.Tim Solidarias melakukan Interview keppada para korban untuk mennetukan tingkat ke rusakan kepada para korban untuk menentukan yang dialami dan menentukan bantuan dana yanga akan di terima.

Sedangkan pembaggian Dana bantuan dibagi menjadi dua kategori: 1.Kategori kerusakan berat. Masing-masing mendapatkan uang tunai sebesar 1399 Le. Terdiri dari 3 orang.
2. Kategori sedang. Masing-masing mendapatkan uang tunai sebsar 699.5 Le. Teridir dari 2 oarang penerima.

Laporan kegiatan peduli musibah gempa ini, untuk selanjutnya akan dilaporkan ke tanah air sebagai bentuk solidaritas dalam bentuk berita laporan kegiatan, sebagaimana diungkapkan oleh Hendar sekretaris panitia. (Red)
Read more...

Monday, September 21, 2009

Mengembalikan Peran Wanita: diantara bias gender, dan emansipasi kebablasan



Semboyan R.A Kartini Door Duisternis tot Licht yang dialih bahasakan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang, menjadi begitu bergema bagi kalangan perempuan baik di tanah air maupun sentero dunia. Semboyan tersebut lahir sebagai wujud lahirnya sebuah gerakan pembebasan hak wanita dari “pengisolasian gender” dalam tataran tradisi dan budaya yang kelewat mensubordinasikan keberadaan mereka di tengah-tengah kehidupan sosial.

Keberadaan wanita di tengah-tengah masyarakat seolah menjadi salah satu problem yang tidak pernah tuntas didiskusikan, ia seolah menjadi isu sosial yang menarik sejak zaman dahulu hingga saat ini. Masalah itu tetap tidak akan pernah tuntas, selama wanita diperlakukan dan memperlakukan dirinya dengan menyalahi fitrah serta hukum tuhan yang berdasarkan keadilan dalam melindungi dan memposisikan mereka.

Diskriminasi Kaum Perempuan

Diskriminasi terhadap kaum perempuan menurut Ika Yunia F telah terjadi semenjak masa pra-Islam dahulu kala, dimulai dengan sejarah klasik Mesopotamia (3500-2400 SM), dimana ciri masyarakat ketika itu masih bersifat egaliter, pada tahun 1000 SM muncul kode Hamurabi dimana ketentuan-ketentuan khusus yang sifatnya membatasi perempuan sudah mulai dibatasi. Selanjutnya muncul kerajaan Assiria (612 SM), bahkan hingga kerajaan Achemid (550-331 SM) dan kekuasaan Alexander Agung sebagai cikal bakal munculnya Romawi-Bizantium dan kerajaan Sasania-Persia, perlindungan terhadap kaum perempuan pada saat itu belum ada kemajuan, malah pemenuhan hak-hak mereka semakin terpojok dan tersubordinasikan dari kaum laki-laki.


Bahakan munculnya nilai-niali relegius yang bersumber dari kitab-kitab suci setelah lahirnya agama-agama samawi ( seperti kitab perjanjian lama, perjanjian baru dan Talmud) sama sekali tidak merubah dogma mereka terhadap kaum perempuan, sebaliknya kitab-kitab tersebut masih mepresepsikan perempuan seolah jenis kelamin kedua yang harus tunduk di bawah otoritas kaum laki-laki.

Masih terngiang bagaimana mereka mendeskriditkan posisi wanita, sebagimana yang dikatakan pendeta Paus Tertulianus misalnya, “Wanita merupakan pintu gerbang syeitan, masuk ke dalam diri laki-laki untuk merusak tatanan Ilahy dan mengotori wajah Tuhan yang ada pada laki-laki.” Sedangkan Paus Sustam mengatakan, “Wanita secara otomatis membawa kejahatan, malapetaka yang mempunyai daya tarik, bencana terhadap keluarga dan rumah tangga, kekasih yang merusak serta malapetaka yang menimbulkan kebingunggan”.

Lahirnya Pergerakan Permpuan

Atas perlakuan tak seimbang dan pengalaman pahit itulah gerakan pemebebasan wanita tak henti-hentinya disuarakan, pergerakan tersebut bergulir bak bola salju di tenah-tengah hiruk pikuk kehidupan sosial. Gerakan emansipasi sendiri sebagai salah satu gerakan pembebasan wanita dari perbudakan yaitu suatu gerakan untuk memperoleh persamaan kedudukan, derajat serta hak dan kewajiban dalam hukum; pengakuan kesamaan hak, derajat, kedudukan dan kesetaraan gender, pada mulanya telah tumbuh sejak abad ke-XX, dalam-Feminist political Teory, Valey Byrson menyebutkan bahwa gerakan tersebut telah ada semenjak abad pertengahan. Tahun 1364-1430 Cristian de Pisan telah menulis hak-hak kewajiban perempuan, lalu lewat pemikiran penulis Mesir, 'Aisyah Taymuriyah, Huda Sya'rawi, Malak Hifniqasim Amin dan Nawal Sa'dawi. Zaenab Fawwaz dari Libanon, Fatima Ali dari Turki serta Nawawiyah Musa dan R.A Kartini di Indonesia.

Meski telah banyak tokoh wanita yang memperjuangkan pergerakan ini, namun pada mulanya Propaganda gerakan tersebut muncul dari pihak laki-laki dan hanya sedikit saja peran wanita. Awalnya gerakan emansipasi hanyalah seruan kepada pemerintah untuk memperhatikan kesempatan pendidikan akademis bagi kaum perempuan, namun sayannya seiring dengan banyaknya pengaruh serta stigma negatif yang menyertainya, gerakan emansipasi seolah menjadi gerakan yang kehilangan arah, hal itu tentunya sengaja di buat oleh beberapa kalangan yang ingin memanfaatkan peran wanita dengan memanfaatkan serta merubah orientasi gerakan tersebut menjadi suatu gerakan yang kebablasan.

Dalam sejarah perjalanan umat manusia, sikap ambivalen terhadap posisi wanita tidak pernah berakhir. Barat contohnya, hal ini merupakan provokasi dari kaum sekular, pemahaman salah dari agama -agama ghairul Islam (non Islam) filsafat serta kepentingan politik.
Belum lagi posisi wanita yang sering kali dimanfaatkan secara komersil di berbagi ruang lingkup khussunya media-massa, sebagaimana Yvone Ridley seorang jurnalis Ingris yang kini menjadi seorang feminis Islam menungkapkan “dalam masyarakat kapitalis seperti sekarang ini, wanita telah menjadi komoditas alias barang yang diperjual-belikan. Mereka dijadikan sumber tenaga kerja yang murah atau dieksploitasi untuk menjual barang. Barang jenis industri mutakhir seperti mode, kosmetik dan hiburan, hampir sepenuhnya memanfaatkan 'jasa' wanita. Pendidikan dan media masa mereka menampilkan citra wanita yang penuh glamour—sensual dan fisikal. Dengan kata lain, penuh sensasi, dan tentu nggak ketinggalan, bodi!. Emansipasi; (Madu atau Racun), dalam ari kata Kesetaraan gender yang disuarakan barat hanyalah sebuah perbudakan wanita di balik eufisisme pemasaran”. Tulisnya.

Yang tak habis pikir, barat yang dengan getol menyuarakan emansipasi dan kesetaraan gender, serta menuduh Islam sebagi biang diskriminasi wanita, justru menurut data statistik dari National Domestic Violence Hotline, 4juta perempuan Amerika serikat mengalami serangangan serius oleh pasangan mereka dalam rentan waktu 12 bulan dan lebih dari tiga orang perempuan dibunuh oleh para suami dan pacar mereka setiap hari. Menyeramkan!, Hal ini menunjukan keagalan hukum serta sebagai bentuk kesia-siaan atas apa yang mereka perjuangkan selama ini.

Islam Menjunjung tinngi Wanita

Wanita dianugrahi Tuhan dengan kelembutan, perasaan dan tutur kata yang halus serta paras cantik yang tidak dimiliki kaum laki-laki. Hal inilah tentunya yang menjadikan kelebihan serta daya tarik mereka. Namun tampaknya Tuhan sebagai maha pencipta, lebih mengerti pada fitrah, potensi, sifat, psikologis, serta kecenderungan yang mereka miliki, dengan demikian tuhan lebih tahu bagaimana memposisikan wanita dalam kehidupan tentunya atas dasar keadilan. Dan semua seutuhnya tertuang dalam risalah Islam.

Islam semenjak 1400 tahun silam telah mengangkat drajat wanita dari keburukan/perbudakan Jahiliah (Q.S.03:195), mensetarakannya dengan laki-laki khususnya dalam hal iman dan taqwa (Q.S.04:01), memberikanya hak waris (Q.S 04: 11), persaksian (Q.S.02:282), memeberinya hak pendidikan, keringanna dalam beribadah, tidak mewajibkanya mencari nafkah dan lebih cenderung memposisikan peranya dalam menata keluarga mendidik anak-anak sebagi tunas bangsa dan agama. Dan yang tak kalah menarik Islam berani memposisikan wanita sebagi tiang negara !. Sebagaimana Yvone menanggapi hal ini “nampaknya segala yang diperjuangkan oleh kaum feminis pada dasawarsa 1970-an ternyata sudah didapat oleh para perempuan Muslim semenjak 1400 tahun silam” tulisnya.

Memang ada permpuan-perempuan tertindas di negara-negara Muslim, tapi perempuan-perempuan tertindas juga ada di tepi jalan, di Amerka, Francis, Inggris dan lainya, bahkan lebih parah. Namun yang harus di garis bawahi bahwa apapun bentuk penindasan terhadap kaum perempuan, itu berasal dari kultur/budaya setempat dan sama sekali bukan dari ajaran Islam. Barat dengan nada angkuh dan sok kuasa seringkali menyalah-nyalahkan Islam. Padahal ada perbedaan mendasar antara tingkah laku kultural dan ajaran Islam. Walahualam
Read more...