Friday, April 13, 2012

Zuhud dan Miskin, Beda!

Dalam catatan skul saya, DR. Musthalah Hadits dalam kuliahnya mengenai Jarah waa Ta'del menerangkan bahwa seorang ulama jarah wa ta'del ketika menta'delkan seorang perowi dengan keterangan "anahu Zahidan/zuhud" adalah penilaian yang over/berlebihan. 

Menurutnya istilah Zahid sendiri adalah suatu sifat yang kaitannya dengan hati sehingga bersifat metafisik/tidak kasatmata. Sedangkan penilaian manusia terbatas hanya pada sisi dzohirinya saja, karena untuk urusan hati hanya Allah lah semata yang Maha Tahu. 

Kriteria kezuhudan seseorang tidak dapat dinilai dari rendahnya tingkat ekonomi karena makna zuhud sendiri berbeda dengan arti fakir/miskin. Sifat zuhud hanya dimiliki oleh seseorang yang telah mampu memerdekakan hati dan fikirannya dari hal duniawi. Artinya seorang yang kaya raya dapat saja memiliki sifat zuhud jika hatinya telah merdeka dari keterikatannya dengan harta duniawi semata-mata karena Allah Swt. Sebaliknya seseorang yang secara dzohirnya miskin/fakir tidak dapat disebut zuhud juga hatinya masih terikat dengan harta duniawi. 

Untuk itu menurut beliau, ta'del zuhud dapat diganti/disingkat dengan kriteria yang lebih umum, misalnya sholeh dll. Hal ini ada kaitannya dengan doa yang selalu dilafalkan Syaikh Ali Joma: Allahumma aj'ali dunya fi aidina walaa taj'aluha fii qulubina. 

Read more...